Bulan April lalu, saya habiskan weekend pertama bulan itu di
Banda Aceh untuk sedikit mengurangi saraf-saraf otak yang kelihatannya mulai
kencang karena kerja serta kurang rekreasi. Saya pergi bersama-sama keluarga
sebab kebetulan ada sanak famili yang membuat acara pesta pernikahan di Banda
Aceh. Berlibur ke Banda Aceh di saat itu saya targetkan untuk memfoto beberapa
tempat bersejarah, salah satunya adalah Rumah Cut Nyak Dhien yang saya hadirkan
pada tulisan awalnya, serta Benteng Indra Patra. Pagi itu, seputar jam 09.00
saya mulai pergi ke arah arah Timur dari Kota Banda Aceh. Seputar 30 menit
perjalanan, pada akhirnya saya datang di tempat yang saya incar, yakni Benteng
Indra Patra. Hari itu cuaca benar-benar cerah, langit biru dihiasi beberapa
gumpalan awan putih, benar-benar benar-benar pas untuk ambil gambar. Tempat
benteng ini memiliki jarak seputar 1 km. dari jalan penting, yakni masuk jalan
yang ke arah pantai. Dengan cara administratif, teritori benteng ini masuk ke
daerah Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Teritori ini
dekat sama teritori Pantai Ujong Bate sebagai tempat arah wisata buat
masyarakat Banda Aceh serta sekelilingnya.
Masuk teritori benteng, satu kesan-kesan langsung muncul di
pikiran saya ialah kurang tertangani! Bagaimana tidak, jalan akses dari jalan
penting ke arah teritori benteng ini berbentuk jalan tanah dengan batu-batuan
yang cukup mengguncangkan, untungnya jarak yang perlu dilewati tidak jauh.
Selanjutnya lagi, bangunan yang ada di benteng nampak benar-benar
memprihatinkan dengan bagian-bagian yang hancur. Saya tidak paham apa bangunan
itu hancur karena perang jaman dulu, atau memang hancur sebab tidak tertangani
secara baik. Tetapi saya tidak ingin mempersoalkan hal itu. Saya terus repot
mengincar tiap pojok dengan camera untuk memperoleh beberapa gambar yang saya
kehendaki. Awalnya untuk masuk di dalam sisi dalam bangunan benteng, saya harus
melalui tangga yang disiapkan sebab memang tangga itu adalah akses salah satu
untuk masuk di dalam bangunan benteng. Pada akhirnya sesudah senang memfoto
serta berasa cukup hanya beberapa gambar yang saya bisa, saya langsung bergegas
untuk pulang.
Beberapa minggu sesudah bertandang dari Benteng Indra Patra,
baru saya mulai cari info mengenai riwayat benteng itu. Hasil dari pencarian di
dunia maya, saya dapatkan artikel-artikel yang mengulas mengenai riwayat
Benteng Indra Patra untuk selanjutnya saya kumpulkan serta saya catat kembali
lagi di tulisan ini. Jadi, menurut riwayat benteng ini dibuat pada era ke-7
Masehi oleh Putra Raja harsa dari Kerajaan Lamuri. Kerajaan Lamuri ialah
kerajaan Hindu pertama di Aceh (Indra Patra) sebelum impak Islam masuk dalam
Aceh. Benteng Indra Patra ada di Teluk Krueng Raya serta bertemu langsung
dengan Benteng Inong Balee yang ada di teritori perbukitan di seberangnya.
Tempat benteng ini bertemu langsung dengan Selat Malaka, tempat yang lumayan
strategis mengingat peranan benteng ini untuk benteng pertahanan dari gempuran
armada Portugis. Ada tiga peninggalan jaman Hindua-Buddha di Aceh yang
dikaitkan dengan daerah yang disebutkan Trail Aceh Lhee Sagoe, serta Benteng
Indra Patra ialah sisi dari 3 benteng dalam Trail Aceh Lhee Sagoe itu. Bila
ke-3nya dikaitkan (Indrapatra, Indrapuri, serta Indrapurwa) maka membuat
segitiga, segitiga berikut yang disebutkan Lhee Sagoe dalam Bahasa Aceh.