Rabu, 03 Juni 2020

Makam Sultan Iskandar Muda



Makam Sultan Iskandar di kelurahan Peuniti Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh

Makam Sultan Iskandar Muda Banda Aceh terdapat di Kelurahan Peniti, Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh. Makam ini ada di Komplek Kandang Meueh samping selatan yang berdekatan dengan Gedung Pendopo
Gubernur atau tempat tempat tinggal Gubernur Aceh, tempat Makam pada bagian timur bersebelahan dengan rumah Masyarakat, pada bagian samping Utara bersebelahan dengan Museum Negeri Aceh, di bagian Barat dibatasi dengan sungai Krueng Daroy. Dengan cara geografis ada di titik koordinat 5°32'50.6″N 95°19'15.2″E.

Makam Sultan Iskandar Muda adalah peninggalan yang telah tercatat untuk cagar budaya nasional, makam ini di dijaga serta dirawat UPT Kemendikbud, Kantor BPCB ( Balai Pelestarian Cagar Budaya ) Aceh dengan tempatkan seseorang ( Jupel) juru memelihara yang posisinya PNS.

Sultan Iskandar Muda ialah seorang Raja yang benar-benar arif, setia pada negara serta rakyatnya pada era ke XVI. Pada pemerintahannya Aceh diketahui dengan kerajaan yang kuat, jaya, adil serta Makmur hingga daerah kepemimpinanya sampai ke Malaya. Sultan Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh Darussalam di tahun 1607-1636, serta membawanya pada pucuk kemasyhuran. Pada era ke-17 itu, Kerajaan Aceh ada di rangking paling besar ke-5 antara kerajaan-kerajaan Islam di dunia. Banda Aceh saat itu sudah jadi bandar perniagaan internasional, disinggahi beberapa kapal asing yang mengusung hasil bumi dari teritori Asia ke benua Eropa.

Pada saat kerajaan Iskandar Muda roda pemerintahannya benar-benar tertip mengenai hukum serta tradisi berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah diputuskan, siapa saja rakyat yang menyalahi masih diberi hukuman tanpa ada terkecuali kalaulah itu anak atau keluarganya. Pada sebuah kisah anak kandungnya lelaki namanya Meurah Pupuk beritanya dapat dibuktikan bersalah menyalahi lakukan kekeliruan berat hingga dijatuhkan hukuman pancung, sesudah di pancong beliau memberitahukan pada rakyatnya serta timbullah pepatah dalam bahasa Aceh " Gadoh Anek Meupat Jirat. Gadoh Tradisi Pat Tamita " berarti hilang anak tahu makamnya, hilang tradisi ingin mencari mana. Arti dari pepatah di atas ialah hukum atau tradisi yang telah diputuskan harus ditegakkan.